Menjadi Tanggap Bencana Lewat Wahana
Apa yang kita lakukan ketika sedang terjadi bencana? Apakah kita akan terdiam kaku tak mampu bergerak ataukah kita akan segera tanggap menyelamatkan dan mengorbankan nyawa demi nyawa?
Itulah yang ada dibenak saya setelah mengunjungi dan mengalami banyak simulasi bencana yang ada di Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara yang berpotensi tinggi terkena bencana alam, mulai dari bencana kebakaran, gempa, tsunami, dan angin kencang. Kedatangan bencana yang tidak terduga, ditambah dengan tata bangunan di Tokyo yang berhimpitan membuat Tokyo tidak lepas dari resiko besar kerusakan pascabencana.
Namun mereka tidak hanya diam membiarkan bencana datang menghancurkan seisi kota. Setelah beberapa kali diguncang gempa yang berskala besar seperti gempa di Kanto dan Kobe serta gempa besar berskala 9.0 yang berdampak tsunami di Tohoku, Tokyo berusaha bangkit untuk mencari solusi baru dalam mitigasi bencana.
Kini sangat banyak museum, gedung edukasi, dan berbagai sarana untuk belajar mengenai kebencanaan. Dua diantaranya yang kami kunjungi ketika Kuliah Kerja Arsitektur 2017 adalah Honjo Disaster Prevention (Honjo Bosaikan) dan juga Tokyo Rinkai Disaster Prevention Park. Honjo Bosaikan menyediakan banyak simulasi bencana yang umum terjadi di Jepang seperti gempa bumi, kebakaran, dan angin kencang. Disana kita tidak hanya bisa mendapat penjelasan mengenai bencana itu sendiri tapi juga akan dipandu bagaimana cara menyelamatkan diri yang benar.
Asap kebakaran, sederhana tapi paling berbahaya!
Mengapa paling berbahaya? Asap kebakaran walaupun tidak melukai kita dan tidak berpotensi merobohkan gedung, tapi bisa membunuh perlahan-lahan jika kita tidak segera bertindak! Mungkin kita menganggapnya sepele, tapi untuk menghindari asap ada hal-hal yang harus diperhatikan.
- Ketika sudah menyadari adanya kebulan asap, segera tutup hidung dan mulut dengan kain, sapu tangan atau telapak tangan.
- Kemudian tundukkan badan. Ketika pertama kali asap memasuki ruang, kebulannya akan berkumpul dibagian atas ruangan.
- Kita harus segera mencari jalan keluar dengan berjalan sambil merunduk dan meraba tembok untuk menemukan pintu keluar. Nah, di Jepang sudah memakai simbol emergency exit di setiap ruang, bahkan di warung ramen yang sempit dan tidak bertingkat. Jadi kita bisa menemukan jalan keluar dengan melihat simbol itu.
Kebakaran, fokus pada titik api!
Kebakaran bisa terjadi di negara manapun, bahkan di Indonesia juga sering terjadi kebakaran, khususnya ketika musim kemarau. Yang menyebabkan kebakaran menjadi sebuah bencana adalah jika ia meluas sampai ke tetangga sekitar bahkan sampai 1 komplek perumahan. Kebakaran bisa disebabkan oleh alat-alat elektronik dan benda lain yang bergesekan hingga menimbulkan arus listrik. Jadi sebenarnya bencana ini paling mudah untuk dicegah!
Kami mendapat penjelasan dari guide tentang bahan-bahan apa saja yang bisa membantu mencegah meluasnya kebakaran, misalnya bahan gorden yang fire-proof dan bahan seprei khusus yang tidak akan terbakar namun akan menghitam ketika api melahapnya. Keren ya?
Pemakaian fire extinguisher juga diajarkan disini.
- Ambil tabung fire extinguisher yang belum dibuka.
- Pegang holder fire extinguisher dengan 1 tangan, meskipun berat tapi ini cara yang benar untuk membawa fire extinguisher.
- Lalu lepaskan kaitnya dan ambil selang yang disangkut di sisi tabung.
- Semprotkan isi tabung dengan menekan holder dan tuas diatasnya
Ada 2 hal yang diperhatikan ketika mulai menggunakan fire extinguisher.
- Postur tubuh membentuk kuda-kuda,
- Fokus menyemprot pada 1 titik api.
Kebanyakan orang ketika menggunakan selang akan mengarahkannya zig-zag ke segala arah karena apinya dimana-mana, tapi faktanya penggunaan fire extinguisher hanya bisa bekerja selama 30 detik! Nah, maka dari itu lebih baik fokus pada titik api supaya pemakaiannya optimal. Setidaknya bisa memadamkan 1 titik api, daripada kemana-mana tapi sia-sia, tak ada yang berhasil dipadamkan.
Gempa bumi, perhatikan sekelilingmu dulu!
Simulasi gempa menggunakan dongkrak khusus yang bisa berguncang sekencang gempa berskala 7. Sangat terasa hingga tubuh saya gemetaran setelah simulasi dan kepala puyeng, hehe.
- Jadi, hal pertama yang dilakukan ketika gempa bumi adalah segera berlindung dibawah meja. Kalau saya mungkin langsung lari, karena panik. Tapi sepertinya orang Jepang sudah terlatih untuk tidak panik ketika gempa, karena sudah sering mengalaminya.
- Setelah gempa berhenti, jangan langsung lari keluar dulu! Ambil sesuatu yang empuk dan lebar yang bisa melindungi kepala,
- kemudian perlahan keluar dari bawah meja dan periksa semua peralatan elektronik dan gas, kalau ada yang hidup, matikan.
- Setelah itu segera pergi keluar dan memastikan tetangga sekitar aman dan menolong jika ada korban yang terluka.
Ada tips untuk mencegah cedera parah karena terhimpit barang-barang jatuh. Furnitur berat seperti lemari di Jepang dibuat permanen/ diberikan sambungan ke dinding atau plafon untuk mengurangi resiko cedera karena furnitur jatuh dan menimpa badan. Selain itu dari struktur bangunan juga dilengkapi bracing supaya komponen struktur utama kaku dan tidak cepat runtuh ketika gempa mengguncang.
Angin kencang datang, jangan gunakan payung!
Di Jepang, angin kencang sering terjadi. Mereka menyebutnya “typhoon (taifun)”. Kalau sudah hujan deras ditambah typhoon, jangan lagi gunakan payung, karena tidak berguna, justru malah bisa melukai orang karena payung bisa terbang terbawa angin. Gunakan jas hujan saja yang bisa menutupi dan melindungi tubuh dari air dan angin kencang yang dingin. Ketika simulasi angin kencang di Honjo, kami dipinjamkan satu set jas hujan khusus dan sepatu boot khusus yang melindungi baju kami dari basah ketika simulasi berlangsung. Baju itu memiliki dua resleting di depan dan dibagian kepala ada semacam plastik untuk menutupi bagian wajah. Ketika simulasi rasanya adeem, sudah diguyur air ditambah pula angin kencang
Simulasi Gempa di Honjo Bosaikan
Di Tokyo Rinkai Disaster Prevention Park juga terdapat simulasi, tapi lebih mengarah ke simulasi pasca bencana gempa. Selain itu, tempat ini menyediakan data-data gempa di Jepang secara atraktif dan menunjukkan berbagai hal yang dilakukan di Jepang ketika evakuasi pasca-bencana.
Belajar kebencanaan di Tokyo membuat saya sadar bahwa ada step yang kurang terlaksana dengan optimal pada mitigasi bencana di Indonesia, yaitu sosialisasi dan edukasi berupa simulasi tanggap bencana secara rutin. Setiap nyawa kita berharga, jika bukan kita lalu siapa yang akan menyelamatkan saudara, keluarga dan tetangga kita ketika mereka sedang terjebak dan pertolongan belum tiba? Apakah kita siap kehilangan semuanya setiap kali bencana datang?
Arsitek perlu memperhatikan aspek keselamatan dan kebencanaan pada desain, karena kerusakan pasca bencana mayoritas disebabkan karena kurang baiknya sistem tanggap bencana di dalam bangunan. Selain memperbaiki kualitas keselamatan bangunan, kita juga harus memberikan edukasi pada masyarakat agar mengerti fungsi komponen-komponen penting yang ada pada bangunan.
Kontributor: Chairiyah Ari
apa di indonesia ada simulasi yg seperti di tokyo itu tidak?